Entri Populer

Sabtu, 30 Mei 2020

Kekuasaan Presiden

Hak Prerogatif Prerogatif berasal dari bahasa latin praerogativa ( dipilih sebagai yang paling dahulu memberi suara), praerogativus (diminta sebagai yang pertama memberi suara), praerogare ( diminta sebelum meminta yang lain). Dalam prakteknya kekuasaan Presiden RI sebagai kepala negara sering disebut dengan istilah “hak prerogatif Presiden” dan diartikan sebagai kekuasaan mutlak Presiden yang tidak dapat diganggu oleh pihak lain. Secara teoritis, hak prerogatif diterjemahkan sebagai hak istimewa yang dimiliki oleh lembaga-lembaga tertentu yang bersifat mandiri dan mutlak dalam arti tidak dapat digugat oleh lembaga negara yang lain. Dalam sistem pemerintahan negara-negara modern, hak ini dimiliki oleh kepala negara baik raja ataupun presiden dan kepala pemerintahan dalam bidang-bidang tertentu yang dinyatakan dalam konstitusi. Hak ini juga dipadankan dengan kewenangan penuh yang diberikan oleh konstitusi kepada lembaga eksekutif dalam ruang lingkup kekuasaan pemerintahannya (terutama bagi sistem yang menganut pemisahan kekuasaan secara tegas, seperti Amerika Serikat), seperti membuat kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi. Sistem pemerintahan negara-negara modern berusaha menempatkan segala model kekuasaan dalam kerangka pertanggungjawaban publik. Dengan demikian, kekuasaan yang tidak dapat dikontrol, digugat dan dipertanggungjawabkan, dalam prakteknya sulit mendapat tempat. Sehingga, dalam praktek ketatanegaraan negara-negara modern, hak prerogatif ini tidak lagi bersifat mutlak dan mandiri, kecuali dalam hal pengambilan kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. UUD 1945 maupun peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang ketatanegaraan tidak pernah menyatakan istilah hak prerogatif Presiden. Namun dalam prakteknya, selama orde baru, hak ini dilakukan secara nyata, misalnya dalam hal pengangkatan menteri-menteri departemen. Hak ini juga dipadankan terutama dalam istilah Presiden sebagai kepala negara yang sering dinyatakan dalam pengangkatan pejabat negara. Dalam hal ini Padmo Wahjono menyatakan pendapatnyayang akhirnyamemberikan kesimpulan bahwa hak prerogatif yang selama ini disalahpahami adalah hak administratif Presiden yang merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan tidak berarti lepas dari kontrol lembaga negara lain. Bentuk kekuasaan Presiden di Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut: • Kekuasaan Kepala Negara Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara hanyalah kekuasaan administratif, simbolis dan terbatas yang merupakan suatu kekuasaan disamping kekuasaan utamanya sebagai kepala pemerintahan. Di Indonesia, kekuasaan Presiden sebagai kepala negara diatur dalam UUD 1945 Pasal 10 sampai 15. Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara di masa mendatang selayaknya diartikan sebagai kekuasaan yang tidak lepas dari kontrol lembaga lain. • Kekuasaan Kepala Pemerintahan Kekuasaan Presiden sebagai kepala pemerintahan di Indonesia diatur dalam UUD 1945 Pasal 4 ayat (1). Kekuasaan pemerintahan sama dengan kekuasaan eksekutif dalam konsep pemisahan kekuasaan yang membatasi kekuasaan pemerintahan secara sempit pada pelaksanaan peraturan hukum yang ditetapkan lembaga legislatif. Kekuasaan eksekutif diartikan sebagai kekuasaan pelaksanaan pemerintahan sehari-hari berdasarkan pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Kekuasaan ini terbatas pada penetapan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan politik yang berada dalam ruang lingkup fungsi administrasi, keamanan dan pengaturan yang tidak bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya, kekuasaan ini tetap besar dan mendapat pengawasan dari badan legislatif atau badan lain yang ditunjuk oleh konstitusi untuk menjalankan fungsi pengawasan. Dalam UUD 1945, fungsi pengawasan pemerintahan sehari-hari dilaksanakan oleh DPR. • Kekuasaan Legislatif UUD 1945 menetapkan fungsi legislatif dijalankan oleh Presiden bersama dengan DPR. Presiden adalah “partner” DPR dalam menjalankan fungsi legislatif. Dalam kenyataannya, Presiden mempunyai kekuasaan yang lebih menonjol dari DPR dalam hal pembentukan undang-undang, karena penetapan akhir dari suatu undang-undang yang akan diberlakukan ada di tangan Presiden. Produk undang-undang yang dikeluarkan orde baru lebih memihak kekuasaan daripada kehendak rakyat Indonesia. Oleh karena itu sistem check and balance mendesak untuk diterapkan dengan mekanisme yang jelas. Bila ada pertentangan antara Presiden dan DPR dalam hal persetujuan suatu undang-undang, maka Presiden harus menyatakan secara terbuka dan menggunakna hak vetonya. Dengan demikian, di akhir masa jabatannya masing-masing lembaga dapat diminta pertanggungjawabannya baik di sidang umum maupun dalam pemilihan umum. • Kategori Kekuasaan Presiden Kekuasaan Presiden RI dinyatakan secara eksplisit sebanyak 24 bentuk dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan Indonesia. Berdasarkan mekanisme pelaksanaannya, bentuk kekuasaan tersebut dikategorikan sebagai berikut : A. Kekuasaan Presiden Yang Mandiri. Kekuasaan yang tidak diatur mekanisme pelaksanaannya secara jelas, tertutup atau yang memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada Presiden. Yang termasuk kekuasaan ini adalah 1. Kekuasaan tertinggi atas AD, AL, AU dan Kepolisian Negara RI 2. Kekuasaan menyatakan keadaan bahaya 3. Kekuasaan mengangkat duta dan konsul 4. Kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945 5. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri 6. Kekuasaan mengesahkan atau tidak mengesahkan RUU inisiatif DPR 7. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Jaksa Agung RI 8. Kekuasaan mengangkat Panglima ABRI 9. Kekuasaan mengangkat LPND Mekanisme yang paling baik adalah mengadakan hearing terlebih dahulu di DPR. B. Kekuasaan Presiden Dengan Persetujuan DPR. Yang termasuk dalam kekuasaan ini adalah : 1. Kekuasaan menyatakan perang dan membuat perdamaian 2. Kekuasaan membuat perjanjian dengan negara lain 3. Kekuasaan membentuk undang-undang 4. Kekuasaan menetapkn PERPU 5. Kekuasaan menetapkan APBN Sebelum melaksanakan kekuasaan tersebut, Presiden memerlukan persetujuan DPR terlebih dahulu. Sebagai contoh, jika DPR menganggap penting suatu perjanjian, maka harus mendapat persetujuan DPR. Jika perjanjian dianggap kurang penting oleh DPR dan secara teknis tidak efisien bila harus mendapat persetujuannya terlebih dahulu, dapat dilakukan dengan persetujuan Presiden. Hal ini dilakukan untuk menghindari terulangnya peminggiran peranan wakil rakyat dalam peranannya menentukan arah kebijakan politik negara. C. Kekuasaan Presiden dengan konsultasi. Kekuasaan tersebut adalah : 1. Kekuasaan memberi grasi 2. Kekuasaan memberi amnesti dan abolisi 3. Kekuasaan memberi rehabilitasi 4. Kekuasaan memberi gelaran 5. Kekuasaan memberi tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya 6. Kekuasaan menetapkan peraturan pemerintah 7. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan hakim-hakim 8. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Hakim Agung, ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Anggota MA 9. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPA 10. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Ketua, Wakil Ketua dan anggota BPK 11. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Wakil jaksa agung dan jaksa agung Muda 12. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Kepala Daerah Tingkat I 13. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Panitera dan Wakil Panitera MA 14. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Sekjen, Irjen, dan Dirjen departemen 15. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Sekjen DPA 16. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Sekjen BPK 17. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan anggota-anggota MPR yang diangkat 18. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan anggota-anggota DPR yang diangkat 19. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Gubernur dan Direksi Bank Indonesia 20. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Rektor 21. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Deputi-deputi atau jabatan yang setingkat dengan deputi LPND Sebagai contoh, kekuasaan memberi tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya. Di masa datang, Presiden harus mendapat usulan atau pertimbangan dulu dari Dewan Tanda-tanda Kehormatan, dan Presiden dengan sungguh-sungguh memperhatikan pertimbangan atau usul. Disamping itu di dalam penjelasan pasal 10,11,12,13,14 dan 15 disebutkan bahwa kekuasaan Presiden di dalam pasal-pasal tersebut adalah konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara. Kekuasaan ini lazim disebut pula sebagai kekuasaan/kegiatan yang bersifat administratif, karena didasarkan atau merupakan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan, maupun advis dari suatu lembaga tinggi negara lainnya. Jadi, bukan kewenangan khusus (hak prerogatif) yang mandiri.